Dear diary,
Malam ini
terasa sunyi sekali, tidak terdengar suara kendaraan melintas, atau suara orang
bercakap-cakap, hanya terdengar suara hujan rintik yang terus membasahi bumi. Kesunyian ini membuatku terbuai dalam lamunanku, aku
membayangkan bagaimana kalau dalam kesepian ini tiba-tiba Tuhan Yesus datang
kembali. Ah, aku jadi teringat temanku yang sangat ketakutan bila membahas
tentang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
Katanya,
hari itu akan menjadi hari yang sangat menakutkan. Ya, aku bisa membayangkan
apa yang dipikirkannya, bagaimana pada hari itu siang dan malam menjadi sulit
dibedakan, di sana sini orang berkumpul, gedung-gedung runtuh, asap membubung
ke langit, di sana sini terdengar suara sirene dan jerit teriak orang-orang.
Betapa mencekamnya hari itu!
Seperti itu
yang orang-orang ceritakan tentang hari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali,
dan betapa cerita itu membuat banyak orang menjadi ketakutan. Sangat berbeda
ketika para Rasul memberitakan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua dengan begitu
antusias. Mereka menyampaikannya dengan sukacita! Bagaimana tidak, Tuhan Yesus
yang sangat mereka idamkan, inginkan, dan harapkan, tidak pergi begitu saja
meninggalkan mereka melainkan Ia berjanji akan datang kembali! Para Rasul pun
terus memberitakan kabar sukacita ini, sambil terus menanti. Tidak ada
kengerian, tidak ada rasa takut, mereka sungguh-sungguh berharap hari itu tiba,
dan mereka terus menantikannya.
“...”
Aku tahu
apa rasanya menanti, menunggu kedatangan seseorang. Aku menjalin hubungan
khusus dengan seseorang, yang pernah ada bersama-sama denganku dalam satu
ruang, dalam satu waktu. Namun, dia yang pernah ada ini harus pergi
meninggalkan aku, terpisah dalam jarak, bahkan dalam ukuran waktu yang berbeda
denganku. Sebenarnya, sulit bagiku untuk menjalin hubungan khusus dalam
keterpisahan ini, namun terus aku jalani. Kini, tahukah kau apa yang paling aku
nantikan? Kepulangannya, kedatangannya kembali! Aku sangat menunggu datangnya
hari itu. Hari di mana dirinya akan bertemu, muka dengan muka, tanpa perantara,
tanpa jarak yang memisahkan.
Apakah aku
takut menunggu ia pulang kembali? Apakah hari itu akan menjadi hari yang
menyeramkan? Tentu tidak! Aku dapat membayangkan betapa bergirangnya aku di
hari itu, dan aku akan menjadi orang yang paling berbahagia di hari itu. Jelas,
karena seseorang yang telah lama aku nantikan kepulangannya, datang kembali
menjumpaiku pada hari itu!
“...”
Dan kurasa,
itu juga yang dirasakan oleh para Rasul. Tidak ada yang lebih membahagiakan
ketika sang Guru tercinta, Yesus Kristus, yang menjadi Juruselamat, yang
memberikan harapan dan semangat baru bagi mereka, akan datang kembali menjumpai
mereka. Hari itu akan menjadi begitu indah dan mereka nantikan karena mereka
akan menjumpai Yesus, muka dengan muka, dalam satu waktu yang sama, satu dunia
yang sama, tanpa ada lagi jarak yang memisahkan.
Lalu, aku
berpikir, bagaimana denganku? Apakah kedatangan Yesus benar-benar aku nantikan?
Apakah hari itu menjadi hari yang sangat indah bagiku, lebih indah dibandingkan
ketika seseorang yang aku kasihi pulang kembali?
Kini aku
mengerti, dan bersama para Rasul dan banyak orang percaya sepanjang jaman, aku
turut menantikan-Nya. Menantikan Yesus datang kedua kali dalam semangat yang
membara. Entah berapa lama lagi Yesus akan datang, dan tak peduli apa yang akan
terjadi pada hari itu, aku akan terus menanti. Sambil terus menebarkan kasih
dan melakukan segala sesuatu yang menyenangkan hati-Nya, kubiarkan
kata-kata-Nya bergema di hatiku: “Ya, Aku datang segera!”
“Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman:
“Ya, Aku datang segera!” Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” (Wahyu 22:20)
==========================================================
-Christnadi, 2013 untuk Rubrik Star Diary majalah Shining Star Komisi Remaja GKI Gunung Sahari, Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar