Rabu, 20 Mei 2009

Ariel, The Holy Knight (Bagian 2)

Cerita sebelumnya...
Ariel, seorang pemuda yang tersiksa di Kota Gomorah yang telah dikuasai oleh Penguasa Kegelapan, melarikan diri ke Istana Firdaus, di Pulau Firdaus, Kota Eden setelah memperoleh peta menuju ke sana.
Sesampainya di Pulau Firdaus, ia bertemu dengan Obaja, seorang Holy Knight, yang kemudian membawanya ke Kota Firdaus. Namun, belum sampai ke gerbang kota, mereka sudah dihadang oleh Prajurit Penguasa Kegelapan. Panglima Prajurit Penguasa Kegelapan hendak merebut Ariel dan menjadikannya Pengikut Penguasa Kegelapan. Maka terjadilah perang antara Bala Tentara Firdaus dan Prajurit Kegelapan...


---

"Bawa anak itu ke Istana Maut!!!" teriakan Panglima Perang Pengikut Penguasa Kegelapan membuat seluruh prajurit Kegelapan maju dan siap menyerang membabi buta. Aku semakin ketakutan, diriku seakan mau mati rasanya.

"Kalahkan Kuasa Gelaaaaap!!!" teriak Obaja. Tiba-tiba seluruh bala tentara Firdaus maju, sambil berkata-kata dalam bahasa yang tidak aku mengerti. Juga terlihat olehku sesosok makhluk seperti manusia, namun berwajah terang dan memiliki sayap, terbang mengikuti mereka.

"YANG MULIA RAJA telah memberi kemenangan bagi kitaaaa, kemuliaaan bagi RAJA!!!" teriak makhluk itu.

Teriakan itu menggelorakan semangat bagi Bala Tentara Firdaus. Terlihat olehku sepasukan Holy Knight menyerang maju, diikuti oleh makhluk bersayap tadi.

Tiba-tiba hal yang aneh terjadi. Para Prajurit Kegelapan yang merupakan makhluk-makhluk besar yang menyeramkan kemudian diam di tempat. Dari belakang, tampak segerombolan pasukan lain.
Ya, sepenglihatanku itu adalah pasukan manusia, mungkin mereka adalah Pengikut Penguasa Kegelapan. Mereka terlihat seperti penyihir-penyihir dan nabi-nabi palsu.

Aku kemudian menoleh ke Obaja. Dia tampak terkejut!

"Taktik yang licik! Mereka tahu bahwa peperangan kita tidak melawan darah dan daging! Kami tidak akan melawan manusia-manusia itu. Manusia-manusia Pengikut Penguasa Kegelapan bukanlah lawan kami! Mereka hanya sekelompok manusia yang tidak tahu apa yang mereka perbuat. Mereka termakan oleh tipu daya Penguasa Kegelapan," jelas Obaja.

Aku semakin ketakutan, perasaan dalam hatiku makin berkecamuk. Aku semakin meragukan kemenangan Bala Tentara Firdaus. Sepertinya diriku benar-benar akan ditawan oleh Penguasa Kegelapan.
Kembali aku melayangkan pandanganku ke Bala Tentara Firdaus. Mereka terlihat sedang berusaha sekuat tenaga menembus gerombolan manusia Pengikut Penguasa Kegelapan, dengan pedang yang masih tersarung di pinggang mereka. Beberapa sudah berhasil menembus gerembolan itu, tapi tidak sedikit pula yang berguguran, terhunus pedang dan sihir-sihir.

Makhluk bersayap yang terus berusaha menyerang dan melindungi Bala Tentara Firdaus, kini terlihat amat tak berdaya setelah dipanah berkali-kali dengan panah kegelapan.

"Arieeeel!!! Aku harus maju!" teriak Obaja, "Tetaplah disini dan berdoa!"

Berdoa?! Minta bantuan kepada YANG MULIA RAJA?! Di saat seperti ini?! Mana bisa?!!
Tapi makin lama aku makin melihat kekacauan, Bala Tentara Firdaus sudah tak berdaya menghadapi mereka, apalagi kini Prajurit Kegelapan juga ikut maju menyerang.

Aku semakin merapat ke tembok kota, aku ketakutan, terutama karena aku tidak dapat berbuat apa-apa. Andai saja aku diberi senjata, maka aku akan coba melawan mereka. Masakkan sekarang aku harus berdoa minta pertolongan?! Sudah lama aku tidak berdoa dan berserah. Selama ini aku yakin aku mampu dengan kekuatanku sendiri.

"TIDAAAAK!" teriakku, sebilah pedang nyaris merenggut nyawa Obaja. Untung dia cepat menyadarinya. Sekarang saatnya aku berdoa. Aku berlutut, melipat tanganku, dan memejamkan mataku. Sekuat tenaga aku memohon pertolongan kepada YANG MULIA RAJA.

"..."

Aku merasakan keheningan sejenak ketika aku berdoa. Tiba-tiba datang angin berhembus cukup keras melewati diriku. Aku lalu membuka mataku dan aku melihat, makhluk bersayap yang menolong kami kemudian bersinar terang, seperti memperoleh kekuatan baru. Ia dengan cepat lalu berputar ke sana kemari, memberi kekuatan kepada Holy Knight yang sudah tak berdaya, sambil dengan cepat menyerang Prajurit Kegelapan. YANG MULIA RAJA pasti telah mendengar permohonanku dan menyalurkan KuasaNya!

Tapi tidak lama kemudian aku melihat dari kejauhan, ada yang datang dengan kudanya yang semakin mendekat ke arahku. Tidak! Ternyata itu adalah Panglima Prajurit Kegelapan!
Panglima Prajurit Kegelapan lolos dari peperangan itu dan langsung mengarah kepadaku! Apa yang harus aku lakukan?!! Ia semakin lama semakin dekat denganku. Tombak Kegelapan sudah ditangannya dan siap ditancapkan ke tubuhku.

Sesuatu yang ajaib tiba-tiba terjadi. Aku merasakan seperti ada kilat yang menyambar diriku. Diriku tersengat listrik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Aneh, aku tidak mati! Malah aku merasakan ada kekuatan baru yang mengalir dalam diriku.

Panglima Prajurit Kegelapan sudah amat dekat denganku. Hatiku kemudian bergejolak, tanganku panas dan kakiku langsung melompat ke arah Panglima Prajurit Kegelapan itu. Tanpa aku sadari, sebilah pedang terang, tepat seperti yang digunakan oleh para Holy Knight, tiba-tiba muncul di tanganku!

Aku menghunuskan pedang itu ke tubuhnya. Sinar terang kemudian terpancar dari pedangku, membuat aku terhempas ke tembok kota. Panglima Prajurit Kegelapan itu lalu berteriak kesakitan. Aku lemas tak berdaya. Aku hanya mendengar suara sorak-sorai sukacita dari arah Bala Tentara Firdaus. Tidak lama kemudian aku tidak sadarkan diri...

---

Ketika aku tersadar, aku sudah terbaring di ranjang empuk di dalam sebuah ruangan. Sepertinya aku sudah berada di dalam kota Eden. Seorang laki-laki tua dengan jubah panjang masuk ke kamarku. Ia kemudian menghampiriku.

=======================================================

bersambung ke Ariel, The Holy Knight bagian 3...

Rabu, 13 Mei 2009

There is none like YOU...

"There is none like You... No one else can touch my heart like You do... I can search for all eternity Lord... And find, there is none like You..."

Pernahkah kau merasa hidupmu hanyalah suatu kesia-siaan?
Aku? Pernah.

Pernahkah kau merasa kuatir akan segala sesuatunya hingga takut melanjutkan hari?
Aku? Pernah.

Pernahkah kau merasa harimu yang tadinya kau usahakan untuk menjadi hari yang menyenangkan malah menjadi hari yang hancur berantakan?
Aku? Pernah.

Pernahkah kau mencintai dan dicintai seseorang dan mendapati bahwa cinta hanya membuatmu terluka dan menyiksamu tiap saat?
Aku? Pernah.

Pernahkah kau merasa kau hanyalah seorang pendosa hina yang tak layak bertemu dengan Tuhan?
Aku? Pernah.

Pernahkah kau merasa dirimu tak berdaya lagi mengatasi setiap masalah yang datang bertubi-tubi yang mengacaukan hidupmu?
Aku? Pernah.

Hingga suatu saat aku yakin, tidak ada yang dapat aku lakukan lagi, selain menyerahkan diriku kepada TUHAN, tak peduli apa yang akan DIA lakukan padaku, makhluk lemah tak berdaya yang penuh dosa ini.

Hukuman? Siksaan? Kematian? Maut? Penderitaan?
Aku sudah berserah. Aku akan terima apapun yang DIA akan berikan kepadaku. Mungkin, DIA tahu apa yang pantas diberikan kepadaku.

...

Cinta-Nya

Ya, Cinta-Nya.
Yang DIA berikan padaku ternyata bukanlah hukuman, bukan siksaan, bukan kematian, bukan maut, bukan penderitaan, tapi malah CINTA-NYA

CINTA yang sempurna, KASIH SETIA yang penuh dengan Anugerah dan Pengampunan.

Ternyata, sudah lama DIA menunjukkan bahwa IA selalu mencintaiku hanya saja aku tidak pernah menyadarinya.
Ternyata, IA selalu berusaha menunjukkan kalau IA masih mencintaiku, meski aku sudah terhilang dari HadiratNya

...

Saat aku merasa hidupku hanyalah suatu kesia-siaan...
IA menunjukkan kalau aku amat berharga di MataNya, tertulis di KitabNya bahwa IA punya rencana untuk setiap manusia yang di kasihNya, termasuk aku.

Saat aku merasa kuatir akan segala sesuatunya hingga takut melanjutkan hari...
IA menunjukkan bawha hidupku sudah dirancangkanNya, dengan rancangan yang indah, yang mendatangkan kebaikan kepadaku. IA menghapus kekuatiranku dengan menunjukkan secara nyata, bagaimana segala sesuatu berjalan baik, bukan karena usaha tanganku, melainkan hasil perbuatan TanganNya

Saat aku merasa hariku yang tadinya aku usahakan untuk menjadi hari yang menyenangkan malah menjadi hari yang hancur berantakan...
IA menghibur aku dengan semburat kuning di langit senja, dengan tawa canda manusia disekelilingku, dengan keluarga dan teman yang IA tempatkan di dekatku, dengan langit malam yang IA atur sedemikian rupa hanya untuk membuat diriku tersenyum terpesona.

Saat aku mencintai dan dicintai seseorang dan mendapati bahwa cinta hanya membuatku terluka dan menyiksamu tiap saat...

IA menunjukkan padaku bahwa yang seperti itu bukanlah cinta. IA lalu menunjukkan cinta sejati kepadaku, mengajariku bagaimana mencintai dengan tulus, dengan cinta yang sesungguhnya, bukan cinta yang melukai dan menyakiti. Dengan pengorbanan tulus karena cinta, bukan pengorbanan yang menyakitkan dan mematikan.

Saat aku merasa aku hanyalah seorang pendosa hina yang tak layak bertemu dengan Tuhan...

IA datang menghampiriku, menyentuh celah dalam hatiku yang tak terjamah, dengan CintaNya yang hangat. IA menyambutku dengan TanganNya yang terbuka, memeluk diriku dengan KasihNya, dan memberikan pengampunan untuk setiap dosa yang aku lakukan. IA langsung melupakan dosaku dan tidak mengingat-ingatnya lagi saat aku mengaku dosaku di hadapanNya.

Saat aku merasa diriku tak berdaya lagi mengatasi setiap masalah yang datang bertubi-tubi yang mengacaukan hidupku...
IA menunjukkan aku bahwa ketidakberdayaan itu sengaja IA berikan agar aku dapat selalu mengandalkanNya, selalu memberikan kesempatan kepadaNya untuk ikut turun tangan mengatur hidupku dan menyelesaikan segala permasalahanku. IA menunjukkan bahwa aku tidak dapat hidup sendiri, sebab kekuatan hanya berasal dari padaNya.


...

Jadi, biarkanlah hatiku memuji dan mengagungkan NamaNya setiap waktu, memuliakan NamaNya setiap kali aku dibuat terpesona olehnya, setiap kali aku mendapati bahwa IA selalu mencintai aku dan memberikan yang terbaik untuk aku, bahkan untuk yang terburuk yang aku terima, IA memiliki rencana yang indah pada akhirnya...


"Tiada sperti Kau, yang mampu menjamah segenap hatiku, tak seorangpun di dalam hidup ini sperti Kau Tuhan..."

Selasa, 05 Mei 2009

Ariel, The Holy Knight (Bagian 1)

"..."

"Akh...," ombak pantai membasahi wajahku. Aku terbangun dari tidurku. Sepertinya aku sudah lama terbaring tak sadarkan diri di hamparan pasir pantai ini sejak kapal tercintaku dihantam badai. Matahari terik menyinari tempat aneh ini. Yeah,mudah-mudahan inilah tempat yang kutuju, Pulau Firdaus.

Kubangunkan tubuhku perlahan, meski masih cukup letih tak bertenaga. Kulangkahkan kakiku mengikuti arah angin. "Akhirnya aku bisa keluar dari kota jahanam itu," pikirku dalam hati.

Perkenalkan, namaku Ariel. Ya, kota jahanam yang aku maksud tadi adalah kota asalku, Gomorah. Kota yang menawarkan aku dengan seribu satu kenikmatan dosa, namun semakin lama semakin menyeretku kepada kematian. Tampaknya, Penguasa Kegelapan telah berhasil merebut kotaku. Meski Istana dan Raja Maut telah dihancurkan, namun Penguasa Kegelapan masih berkeliaran berusaha mengancurkan kehidupan umat manusia di dunia.

Untung saja saat itu ada orang tak dikenal memberikanku peta menuju ke Pulau Firdaus. Aku diminta untuk meninggalkan kota Gomorah dan menuju ke Istana Firdaus. Mungkin aku bisa selamat di sana.

Sekarang, perasaan dalam hatiku benar-benar campur aduk. Gembira dan bersyukur karena aku masih hidup, sedih karena kapal tercintaku hancur, dan takut. Takut? Jelas, cobalah kalau kau ada di posisiku saat ini. Berjalan tertatih-tatih di dalam hutan lebat yang sama sekali tidak dapat ditembus oleh sinar mentari, tanpa mengetahui arah ke Istana Firdaus, dan dengan diiringi oleh berbagai suara aneh disekelilingku.

Akhirnya, setelah jauh berjalan, aku melihat sebuah rumah penduduk. Ada baiknya ku hampiri, mungkin ada yang tinggal di sana.
"Permisi..., ada orang di sini?" ujarku seraya mengetuk pintu. Nihil. Tidak ada yang menyahut.

"!!!"
Sungguh aku terkejut!
Sebilah pedang ditodongkan dari belakang.
"Siapa kau dan apa maumu?!"
"A.. Aku... Namaku Ariel, aku hanya ingin mencari jalan ke Istana Firdaus!" ujarku ketakutan.
"Buktikan kalau kau memang Pencari Jalan dan bukan pengikut Penguasa Kegelapan!!!" teriaknya seraya membalikkan tubuhku dan menodongkan pedangnya ke leherku. Ia berbadan sedikit lebih pendek dariku, namun pria dihadapanku ini memiliki tubuh yang kekar di balik jubah dan tudung kepalanya. Aku panik, sepertinya ia ingin membunuhku, aku berusaha mencari akal. Tiba-tiba peta Pulau Firdaus dari kantong bajuku jatuh.

Pria itu menoleh, melepaskan todongan pedangnya dari leherku, lalu mengambil peta itu. Ia terdiam sejenak, menutup peta itu dan mengembalikannya kepadaku.
"Selamat datang di Pulau Firdaus, pakailah segel ini di tanganmu dan jangan dilepas," katanya. "Istana Firdaus ada di Kota Eden, di bukit dibalik hutan ini, jadi ikutlah aku, cepat!"

Aku lalu berjalan mengikutinya. Huh, nyaris saja aku mati. Aku cukup kesal, setelah hampir membunuhku kini dia menjadi amat baik dan ramah kepadaku.
"Sepertinya, ini giliranku bertanya," aku memberanikan diri bertanya, "Siapa engkau?"
Dia hanya memberikan isyarat kepadaku, tanda kalau aku untuk sementara tidak boleh berbicara.
Sudahlah, yang penting aku bisa sampai di Istana Firdaus.

Tak berapa lama, kami sudah berjalan keluar dari hutan, menghadap kepada tembok benteng yang besar dan sangat tinggi.
"Maaf untuk ketidaksopananku tadi," ujarya sambil melepaskan jubah ungu gelapnya.
"Perkenalkan, aku Obaja, Holy Knight divisi hutan belantara barat. Sekali lagi maaf atas perlakuan yang tidak sopan tadi. Aku hanya menjalankan tugasku untuk siaga terhadap semua bentuk penyerangan pasukan pengikut Penguasa Gelap yang hendak menyerang pusat kota Eden," dia menjelaskan dengan ramah.

Dari perlengkapan yang dipakainya, aku yakin ia tidak bohong. Baju ksatria lengkap berwarna perak menyala meyakinkanku kalau ia benar-benar seorang ksatria, Holy Knight atau apalah namanya itu.

Sekarang kami sudah sampai di hadapan pintu gerbang besar. Obaja mengajakku berhenti jauh-jauh di depan pintu gerbang itu.
"Shaloooom...!" teriaknya jauh-jauh di depan pintu gerbang besar. Lalu terdengar suara menyahut dari pos penjaga di atasnya, "damai sejahtera besertamuuu...!"
"Dan besertamu juga!" Obaja membalas salam itu. Pintu kemudian dibuka. Lega akhirnya bisa sampai di pusat kota Firdaus. Dari celah pintu gerbang sudah terlihat penduduk pulau yang sedang bersukacita, mulut mereka penuh puji-pujian dan pengagungan kepada RAJAnya.

"Teeeeoooooooottt....," Tiba-tiba sangkakala ditiup panjang. Tadinya kupikir untuk menyambut kedatanganku, tapi ternyata tidak. Obaja sudah bersiap dengan pedang di tangannya lalu melindungi aku.
Aku melihat bala tentara berseragam merah gelap bertebaran di belakang kami, tampaknya mereka sudah mengikuti kami dari tadi. Tak lama, bala tentara Firdaus keluar dari persembunyiannya dan menghadang mereka.

"Itulah prajurit Pengikut Penguasa Kegelapan, Ariel," bisiknya, "Dan sepertinya mereka mengingini dirimu."
"Kenapa mereka mengingini aku?! Bukankah mereka biasanya hanya mengancurkan kota-kota?!"
"Ya, tapi mereka juga tidak ingin siapapun diselamatkan oleh YANG MULIA RAJA! Mereka ingin kau menyerahkan jiwamu kepada mereka!"
"Jadi, apa yang harus aku lakukan?!"
"Bersiaplah, dan saksikan pasukan bala tentara Firdaus akan memukul mundur mereka!!!"

Sepertinya perang akan dimulai, pasukan musuh tampak besar-besar dan menyeramkan, dan panglima Pasukan Kegelapan menunggangi kuda sambil mengucapkan kata-kata hujat. Bala tentara Firdaus sudah bersiaga, dengan mantap dan tegap mereka berdiri. Aku yang biasanya pemberani menjadi penakut. Lututku berantukkan tanda aku sedang gemetar hebat. Namun aneh, kulihat wajah Obaja tidak menunjukkan ketakutan sama sekali, wajahnya seperti bersinar!

"Bawa anak itu ke Istana Maut!!!" teriakan Panglima Perang Pengikut Penguasa Kegelapan membuat seluruh prajurit Kegelapan maju dan siap menyerang membabi buta. Aku semakin ketakutan, diriku seakan mau mati rasanya.

"Kalahkan Kuasa Gelaaaaap!!!" teriak Obaja. Tiba-tiba seluruh bala tentara Firdaus maju, sambil berkata-kata dalam bahasa yang tidak aku mengerti. Juga terlihat olehku sesosok makhluk seperti manusia, namun berwajah terang dan memiliki sayap, terbang mengikuti mereka.

"YANG MULIA RAJA telah memberi kemenangan bagi kitaaaa, kemuliaaan bagi RAJA!!!" teriak makhluk itu.

=====================================

bersambung ke Ariel, The Holy Knight bagian kedua...

Sabtu, 02 Mei 2009

Lintang, bulan purnama di atas Dermaga Olivir...

Apakah kamu pernah dengar kata-kata di atas?

...

Apa? Laskar Pelangi?

Ya, tepat. Lintang sang jenius, salah satu dari 10 + 1 anak Laskar Pelangi yang mendapat julukan sebagai "bulan purnama di atas Dermaga Olivir"

Gak heran kalo kamu tau kata-kata itu. Jelas karena Laskar Pelangi The Movie yang diproduksi pada tahun 2008 dan disutradai oleh Riri Riza itu sempat menjadi tontonan utama di bioskop-bioskop Indonesia.

Tapi, bagaimana dengan masa-masa sebelum filmnya diproduksi, apa waktu itu kamu tau maksud dari kata-kata "Lintang, bulan purnama di atas Dermaga Olivir" ?

...

Sekitar pertengahan tahun 2007, dengan perjuanganku mengumpulkan insan-insan berjiwa teater di sekolah SMA ku, SMA Mutiara Bangsa 1, akhirnya terbentuklah Teater Mutiara Bangsa. Waktu itu seorang pelatih teater, Pak Frans, direkrut oleh sekolah untuk melatih teater di sekolah kami.

Setelah beberapa kali pertemuan, kami mengajukan permintaan kepada Pak Frans, dan kepada pihak sekolah, untuk menggelar sebuah pementasan drama perdana Teater Mutiara Bangsa di sekolah kami.
Jauh-jauh hari sebelumnya, kami diberikan naskah oleh Pak Frans. Tampaknya, Beliau menginginkan kami mementaskan drama tersebut.

Sebuah drama yang belum jadi dan masih dalam proses, yang hanya merupakan lembaran penuh dengan tulisan tangan (atau diketik yah? - lupa), namun buah karya dari Pak Frans sendiri. Beliau meminta kami untuk audisi, menentukan peran kami, lalu melatihnya, meski saat itu baru babak pertama dan kedua yang jadi.

"Drama berat...," ujarku dalam hati. Maksudku, ceritanya unik, mengangkat peristiwa yang tidak biasa, dan penggunaan gaya bahasa yang tidak biasa pula. Tapi jujur, aku menyukainya.

Babak pertama drama ini berkisah tentang sebuah sekolah yang tampaknya sudah sekarat, di Belitung, di komplek PN Timah. Sekolah yang hanya memiliki murid sekitar 10 (sepuluh) orang, satu ibu guru yang disebut "Ibunda", dan satu orang kepala sekolah. Nama-nama karakter 10 (sepuluh) murid dalam skenario drama ini cukup unik, sebut saja: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, Harun.

Aku? Aku kebagian peran Lintang. Meski tadinya banyak yang beranggapan Lintang adalah perempuan (dilihat dari namanya) tapi pada akhirnya peran itu jatuh ke tanganku juga.

Cerita ini diawali dengan adegan pemilihan ketua kelas dan Kucai akhirnya terpilih sebagai ketua kelas, meskipun dia amat sangat tidak menginginkan jabatan itu. Dilanjutkan dengan pengungkapan kecerdasan Lintang yang di atas rata-rata. Aku ingat ada dialog yang terucap dari mulut sang ibu guru, dia menyebut Lintang, sebagai bulan purnama di atas Dermaga Olivir.

Pertemuan selanjutnya, kami diberikan skenario babak kedua. Suatu penggambaran adegan yang kontras dengan adegan-adegan babak pertama. Suatu sekolah tetangga dari sekolah pada babak pertama yang merupakan sekolah normal (atau malah high-class) dengan murid-murid yang merupakan anak-anak dari para konglomerat PN Timah. Angkuh, sok pintar, dan suka menjelek-jelekkan sekolah dari sepuluh anak di babak pertama. Tiba-tiba ada adegan perlawanan dari Flo, salah seorang dari mereka namun yang membela sekolah tetangga mereka itu. Babak kedua terputus hanya sampai Flo dihadapkan ke kepala sekolahnya.

Kisah aneh ini terputus begitu saja. Lalu aku disuruh melanjutkan.
Ya, karena biasanya memang aku yang menulis skenario. Tapi kali ini aku kebingungan. Cerita aneh ini diluar batas kemampuanku. Agak timpang bila kulanjutkan. Sehingga pada akhirnya kami menyerah dan memutuskan untuk menggandi cerita yang akan kami pentaskan di pementasan perdana kami.

Meski begitu, skenario itu tidak ku buang. Ku simpan baik-baik.
Apalagi tak lama setelah pementasan drama perdana kami (dengan cerita yang berbeda) sang pelatih kami, Pak Frans berhenti mengajar kami. Beliau memiliki pekerjaan yang hari kerjanya sama dengan jadwal hari kami latihan, begitu pula dengan tanggalnya.

...

Beberapa bulan pada tahun berikutnya, aku sedang terlibat pembicaraan hangat dengan teman-temanku tentang film dan buku "Laskar Pelangi". Aku dan beberapa temanku yang terlibat dalam percakapan itu adalah manusia Indonesia yang belum pernah membaca dan menonton film Laskar Pelangi.
Hahaha... Kami hanya mengheboh-hebohkannya saja tanpa "mencicipi" sepotong bagian dari buku maupun filmnya. Tanpa sadar pembicaraan kami menyinggung-nyinggung "PN Timah".

Saat itu. Ya, saat itu. Aku amat terkejut. Sepertinya kata itu amat tidak asing di telingaku.
TENTU SAJA!!!
PN Timah adalah setting tempat dasar dari skenario yang pernah Pak Frans berikan dulu.
Dan itu berarti, skenario yang kami terima dulu adalah skenario yang disadur dari novel Adnrea Hirata "LASKAR PELANGI" (2005), jauh-jauh hari sebelum filmnya dibuat oleh Riri Riza.

Dan kami, alumni Teater Mutiara Bangsa, pernah mencicipi peran sebagai 11 (sebelas) orang Laskar Pelangi (termasuk Flo). Sesuatu yang dulu mungkin kami anggap remeh, sesuatu yang dulu kami anggap aneh, kini menjadi sesuatu yang booming di Indonesia. Kami merasakan kebanggaan tersendiri dalam hati kami akan hal ini.

Itulah manusia, terkadang kita tidak menyadari betapa berharganya sesuatu itu hingga orang lain yang menyadarinya terlebih dahulu...

Terima kasih untukmu, Pak Frans, terima kasih untuk melatih kami pada rentang waktu yang singkat, terima kasih untuk memberikan sesuatu yang berharga kepada kami meski saat itu kami belum menyadarinya.
-------------------------------------
Tepat pada tanggal 21 Juli 2008, TEATER MUTIARA BANGSA ditiadakan.
Dari 30 orang anggota berkurang hingga 17 orang dan akhirnya pada pergantian tahun ajaran, semua pergi meninggalkan TEATER MUTIARA BANGSA, tinggal aku dan 2-3 orang lainnya.
Sekolah akhirnya memutuskan bahwa TEATER MUTIARA BANGSA dibubarkan.
Dan aku, sang ketua teater, yang menjadi kapten pada kapal TEATER MUTIARA BANGSA ini tenggelam bersama kapalnya.
"Aku telah mengakhiri tugasku untuk menjadi kapten yang baik..."