Rabu, 30 September 2015

Murid


Teng teng teng!
Tiga kali lonceng sekolah itu berbunyi
Nama lonceng itu adalah "kebangkitan"
Mendengar itu insan-insan berkumpul
Mereka adalah para murid

Murid yang lugu
Terkadang lucu
Sesekali kuyu
Murid ini tidak datang karena mencari guru
Murid dengar panggilan itu
"Mari, ikutlah Aku"
Dan murid melaju
Meninggalkan masa lalu
Pada Sang Guru mata mereka tertuju

Kini, mereka tidak hanya tertegun, mereka harus beraksi
Meninggalkan bangku-bangku kelas dan pergi bersaksi

Dua belas murid melangkah,
Menelusur jalan-jalan dunia
Menggugah nalar-nalar yang sempit
Terjepit terhimpit
Kerakusan ketamakan keangkuhan
Keterjebakan dalam hikmat kosong

Oh murid yang sekarang!
Mengapa engkau diam?
Engkau membentengi diri dengan tembok yang kuat
Tetapi merubuhkan pilar-pilar penyangga bangunan
Di luar, tembokmu gagah berdiri
Di dalam, kotamu dilebur dalam api

Sang Guru tidak lagi kau ceritakan
Ajaran Guru tidak lagi kau sampaikan
Malah suara sumbang kau perdengarkan
Menggiring insan berjalan menuju palung kelam

Teng teng teng!
Pergilah!

========================================
Christnadi, sebuah refleksi dalam mata kuliah Misiologi, 29 September 2015

Sabtu, 19 September 2015

Hilang


Takut, lalu menghela napas
Takut, kemudian menghela napas
Tiada jeda di antara formula itu
Sama seperti kecemasan yang menguntitku
Tanpa jeda, tiada henti

Setiap kali aku memikirkan kita,
pikiranku selalu tersandung;
Apakah kita bahkan benar-benar ada?
Mataku kini tak lagi berdaya
memisahkan yang maya dari yang nyata

Tiada keberanian hinggap di hatiku
untuk mengakui bahwa rasa itu memang ada,
memang nyata

Pandanganku diselimuti kabut
kabut jarak dan waktu
Membuatmu semakin sulit terlihat
Ada seperti tidak ada
Jauh sekaligus dekat sekali

Langkahku terasa semakin berat,
semakin gontai
Kabut itu semakin memedihkan mataku
Sepertinya aku harus berhenti di sini
'tuk mencari sosokmu;
Di manakah engkau?

Perlahan aku menghentikan langkah
Jejakmu sudah lenyap
Bayang-bayangmu tak tersisa lagi
Tinggal aku tercekat dalam sunyi

Takut, lalu menarik napas
Takut, kemudian menarik napas
Jantung berdegup di antara keduanya
Tak ada lagi yang bisa kuhirup
Saat melihatmu menjadi ilusi dalam khayal

Mengapa aku tak bisa menggapaimu lagi?
Menemukanmu dalam rengkuhanku
Menjumpaimu di bawah langit temaram
Bersemu merah jingga
Dan awan berarak
Menudungi kita

Sepertinya aku terlalu bodoh
Membiarkan realitamu tergeser dari kehidupanku
Tanpa sedikitpun aku mencegahnya
Dan memastikan kau ada
Mengisi celah-celah jariku

Kutunggu kau di sini
Di ruang sejarah di ujung garis waktu
Duduklah bersamaku
Sebelum bayang gelap menghampiriku

==================================================
Puisi kolaborasi Christnadi P. Hendartha dengan Novrianna G. Carolina Hutagalung, 19 September 2015, seraya berdoa, semoga UKM tulis menulis di kampus kami dapat diadakan :)