Pohon cemara itu
Tidak beranjak dari hijaunya
Ia tinggal sebagai lambang
Yang mampu bertahan
Tapi kini ia tertawan
Tertahan tanpa melawan
Bola-bola bergelayut
di pucuk merunduk
Menjadi keindahan yang berbobot
Belum lagi rantai-rantai
Lampu kerjap mengerjap
Kadang seperti
kelopak seorang gadis
yang syahdu
Kadang seperti
mata yang dirasuk
butiran debu
Slinger warna warni
ditebar sana sini
Menghias dahan yang haus
Ah, kenikmatan itu beban
apalagi kesusahan?
Cemara menjadi tawar hati
Tapi buah-buahnya kecut
Ia takut beranjak
dari tanggal dua lima
Natal menggantungkan
hiasan demi riasan
Dan cemara balik
mendekap Natal erat-erat
Harta yang paling berharga
adalah cemara
Lalu anak cemara bertanya pada orang tuanya
Selamat pagi emak
Selamat pagi abah
Kok mentari pagi ini
Tidak berseri lagi?
“Karena tahun depan resesi”
Katanya
“Tapi sampai sekarang
kita belum cetak resi”
Dan satu-satunya keputusan
yang diambil adalah
memutuskan asa
Tidak heran
selepas Kebaktian Natal
Tercipta
Ramai di hati
Ramai di bumi
Malam yang kudus
disuguhi secangkir
hati yang panas
Yang mendidih
dikompori mulut
Niat ramah mirip Santa
dibalas kelakuan seperti setan
Tidak terdengar lagi
Berita sukacinta
Yang ada kabar dukacipta
“Di sini telah terjadi
pertumpahan air mata”
Luka di hati
yang terus menganga
Membuatnya mati
kehabisan air mata
Harta yang paling berharga
Adalah cemara
Tapi cemara ini telah
menggantungkan sepatunya
Padahal,
tidak ada sepatu baru
baginya di Natal tahun ini
Jalan sudah menunggu
Tapi tak ada satu langkahpun
yang berjejak
Mungkin cemara itu telah mati
Ia dikubur dalam-dalam
di antara riasan hiasan yang gemerlap
Natal
menggandeng dahan-dahan
cemara yang layuh
menuntunnya pelan-pelan
melangkah keluar
dari Betlehem
menuju Mesir,
menuju Nazaret,
Yerusalem, seluruh Yudea,
Samaria,
sampai ke ujung mana
Ikut Bayi Natal
yang mulai belajar
melangkah
Dua puluh enam sudah memanggil
Untuk lekas beranjak dari dua puluh lima
Adakah harapan
damai
sukacita
dan kasih
menguatkan lutut
untuk terus menapak,
Wahai kamu sekalian
cemara-cemara?
----------------------------------------------
— Christnadi, digubah untuk dan dibacakan dalam Kantata Natal GKI Peterongan “Hope, Peace, Joy, Love Journey”, Minggu 25 Desember 2022 pk. 17.00.
Disampaikan sebagai khotbah duet dengan Pdt. Helen A. Setyoputri. Kami berbagi tugas, beliau berkhotbah dalam bentuk perenungan singkat, sedangkan saya dalam bentuk puisi. Syukur, puisi ini disandingkan dengan perenungan yang sangat hangat menyentuh yang dibawakan oleh beliau.
Tantangan tersendiri untuk kembali menggubah puisi panjang dengan gaya berpuisi ala Joko Pinurbo. Masih perlu banyak belajar, masih perlu banyak mengasah rasa. Kiranya merenungkan Firman Tuhan melalui puisi bisa menolong umat untuk menengok pada kehidupan masing-masing sambil menarik makna yang bergema bagi dirinya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar