Yang tak pernah berhenti
Dan tak kunjung berakhir
Adalah ombak yang terus bergulir
Dan badai yang silih berganti
Bagai takdir yang tak dapat dienyahkan
Bahtera ini terus terombang ambing kian kemari
Diceraikan dari pesisir
Dijauhkan dari bandar
Kian lama kian temaram,
Tak ada fajar yang menanti di cakrawala
Mentari ditelan barisan awan kelam
Malam mengaburkan batas langit dan buana
Inilah badai abadi:
ketakutan dan kekuatiran terus mengguntur
dendam dan kebencian mengalir deras
patah hati, sakit hati datang menggempur
kesedihan, keputusasaan, menghempas keras
Di mana badai itu berada?
Bukan di luar sana tempatnya
Melainkan di dalam ia berada
Di tengah pikiran yang bising sampai gaduh
Menuduh hati yang selalu mengaduh
Badai abadi
Siapa yang mampu atasi?
Maka Sang Khalik berseru
Dari langit suara-Nya menderu:
“Diam tenanglah!”
“Diam, tenanglah”
“Diamlah… tenanglah…”
Seketika damai datang menelusuk
Memaksa awan beranjak pergi
Semburat kuning terbersit di ufuk
Dan badai, tak lagi abadi
Aku
Berlayar lagi.
--------------------------------------------
— Christnadi, untuk Minggu Prapaskah IV GKI Peterongan, 27 Maret 2022

Tidak ada komentar:
Posting Komentar