Kamis, 23 Oktober 2025

Doa di Natal yang Indah

 

Bapa, terima kasih untuk Natal yang terindah yang kami rasakan saat ini.

Bukan karena segala sesuatunya sempurna dan hidup kami bebas dari masalah.


Justru karena saat ini kami sedang bergumul hebat, 

tetapi kami dapat tetap merasakan kehadiran-Mu di antara kami.


Justru karena saat ini ada begitu banyak air mata yang menetes, 

tetapi kami masih mampu mendengar Yesus Sang Bayi Kudus menangis bersama-sama dengan kami.


Justru karena saat ini kami sedang merasa tertekan, terpuruk, dan direndahkan,

tetapi kami masih dapat bersimpuh dekat palungan Tuhan, menyaksikan Sang Raja mengambil tempat terendah, hanya karena kasih-Nya bagi kami.


Justru karena pada Natal ini masih ada begitu banyak hal yang belum tuntas, masih banyak perasaan yang mengganjal, masih banyak hal yang mengganggu pikiran kami,


tetapi kami masih bisa merasakan damai, bisa mendapatkan ketentraman batin yang tidak terkatakan…


Bukankah semua ini indah, ya Bapa?


Maka biarkan keindahan itu tetap tinggal dalam diri kami, biarkan kehidupan yang Bapa anugerahkan ini kami jalani bersama Tuhan Yesus, Allah yang menjadi Manusia, Allah yang beserta kami. Yang mengerti bahkan merasakan pergumulan kami.


Supaya kami menjadi berani, tidak takut lagi untuk menjalani hidup kami sekarang dan seterusnya, serta mengiringi setiap langkahnya dengan ungkapan syukur. 


Dan kami terus berjejak dalam rencana-Mu, menyadari bagaimana hidup kami terletak dalam rancangan besar karya keselamatan Allah yang agung dan mulia itu.


Terima kasih Bapa untuk hari Natal,

terima kasih untuk Yesus Kristus yang masuk dalam kehidupan kami,


Suatu kemustahilan yang indah yang terlaksana,

yang dalam nama-Nya kami berdoa,

Amin.


----------------------------------------------------------------

— Christnadi, sebuah narasi doa yang dipanjatkan menjadi doa Natal pada Kebaktian Malam Natal GKI Peterongan Semarang 24 Desember 2024 pk. 20.00.

Selasa, 21 Oktober 2025

TIADA TUAN SELAIN EGO

 


Tak perlu dinilai orang, akulah yang benar.

Inikah artinya tak ada yang benar sepertiku?

Ada, hanya mereka yang aku setujui.

Dengan demikian, yang berbeda berarti salah.

Apapun perkataannya: tidak tepat!

 

Tujuan hidupku adalah keinginanku.

Untuk apa berpikir tentang kepentingan yang lain?

Apakah ada untungnya buatku?

Nanti kalau tujuanku tercapai, barulah!

 

Siapakah yang berani mendiamkanku?

Entah kemarin, hari ini, atau besok.

Lantunan kata-kataku harus jadi nyanyian,

Alunan melodi yang mendikte setiap telinga.

Ingin sebenarnya aku jujur, “Kalian tidak penting!”

Namun biarlah mereka sadar dengan sendirinya.

 

Egoku menuntunku sampai di puncak.

Gemuruh semesta menyorakkan namaku.

Oh diriku, aku bangga padaku!


-------------------------------------------------------

— Christnadi, puisi untuk mengisi renungan Warta Jemaat GKI Peterongan, menyesuaikan dengan tema Kebaktian Minggu Prapaskah IV 30 Maret 2025 “Batu Keegoisan”

Kebeblasan


Inilah kebebasan!

Parkir di hadapan kalimat: “Dilarang parkir di sini”

Mencecerkan sampah di depan tulisan: “Jangan buang sampah sembarangan”

Teriak sekuat-kuatnya kala membaca anjuran: “Harap tenang”

 

Inilah kebebasan!

Rajin berdosa karena sudah pasti masuk sorga

Ikut Tuhan hanya cari berkat, harkat, pangkat, hebat

Pantang “Amin” sebelum Tuhan jawab “Ya”

 

Itukah kebebasan?

Itulah kebablasan!

 

Merasa lebih benar daripada Kebenaran

Merasa lebih tahu daripada ketahuan

Menutupi dosa dengan wajah pasrah

Menolak salah malah olah istilah

 

Sangkanya mereka bebas

Ternyata jadi bablas

Diberi otak malah memberontak

Diberi detak malah melanggar jejak

 

Maka untuk mereka yang ingin bebas

Diberi kebebasan sebebas-bebasnya

Menikmati hukuman sekekal-kekalnya


-------------------------------------------

— Christnadi, puisi untuk mengisi renungan Warta Jemaat GKI Peterongan, menyesuaikan dengan tema Kebaktian Minggu Prapaskah III 23 Maret 2025 “Batu Pemberontakan”

Ragu Mau Nulis Judul Apa

 


Aku hendak menggubah sebuah syair

tapi aku ragu apakah aku harus melakukannya?

Waktuku tak banyak, lembar putih ini harus tercoreng

Tapi apakah aku bisa menyusunnya:

Kata demi kata, kian demi kian?

 

Aku ragu, karena menguntai kata tak sukar

Tapi mudah merajut makna? Aku ingkar

Bagai nama hendak diberi

Bagaimana aku membuatnya jadi?

 

Aku ragu kalau syair itu berbunyi

kalimat baris berbaris tiada berkhidmat

pesan moral berbalik menyerangku sendiri

sang empu yang tak empunya hikmat

 

Aku ragu harus memulai dengan apa

dan mengakhirnya dengan apa

Aku ragu mengisi ruang hampa di tengah-tengah

mengakali spasi yang tak boleh berderet dua

 

Aku terdiam ragu

Aku bahkan ragu apakah aku harus terdiam

Maka dalam diam aku meragukan aku yang terdiam

 

Keraguanku menyeretku dari baris pertama sampai di titik ini.

 

... tetapi tidak membawaku ke mana-mana. 


--------------------------------------------

— Christnadi, puisi untuk mengisi renungan Warta Jemaat GKI Peterongan, menyesuaikan dengan tema Kebaktian Minggu Prapaskah II 16 Maret 2025 “Batu Keraguan”

Dicobai Pencobaan

 


Walau aku bukan kue atau roti

dan bukan jajanan pasar yang dijejer dijaja

Satu per satu per satu per satu

datang mencobai

 

Mulanya Kemiskinan datang

menjajal seberapa kuat mulut ini terkatup tidak mengumpat

dan tidak mengutuk Yang Di Atas

kala kucuran-Nya tak terasa oleh yang di bawah

 

Tak lama Kekayaan menghampiri

icip-icip keteguhan diri yang pelan-pelan bergeser

memberi ruang bagi Si Angkuh yang tangguh

merombak-robek standar moral-moril

 

Lalu Kekuasaan mendekat

mencecap integritas sampai di tapal batas

menawarkan tahta pantang lengser

dengan janji pantang ditepati

 

Dan yang lain menyelak

Susah dan senang berebut mencobai

Khalik mendelik insan hampir pingsan

Tangan-Nya menyentuh kaki

menguatkan lutut supaya tak bertelut:

diri berani berdiri meski sendiri dicobai

 

Tuhan sayang

Aku tenang

Kami menang


-------------------------------------------

— Christnadi, puisi untuk mengisi renungan Warta Jemaat GKI Peterongan, menyesuaikan dengan tema Kebaktian Minggu Prapaskah I 9 Maret 2025 “Batu Pencobaan”

Wajah Cerah Berubah

 


Di negeri entah berbantah

keluar larangan punya wajah terlalu cerah

Skinker-skinker mahal dan tokcer

dijual sembunyi-sembunyi di tempat sunyi

Yang sudah pakai jadi kecanduan

Wajahnya menggigil gemilang

Terpaksa kaki hilir mudik mencari

Sembari tangan menggantung selubung di wajah

 

Tak lama dibukalah panti rehab swasta

Menampung orang-orang yang selalu butuh

kulit mukanya bercahaya 24 jam

Yang punya namanya Pak Yesus

Relawan rehabnya cuma dua belas orang

Terapinya satu: mendengarkan Pak Yesus.

Tapi khasiatnya mujarab

Mentransfigurasi hidup orang-orang

 

Semua bersukacipta

Di lorong-lorong terdengar seruan, “Menyala diriku!”

Karena bukan hanya wajah tapi sekujur tubuh berkilau

Kemilau permanen dan kekal, tidak lagi sementara dan fana

 

Walau larangan masih ada

Dan banyak oknum tak suka

Tapi mereka berani terus terang terus benderang

Mempromosikan panti rehab Pak Yesus

yang rahasianya cuma satu: “Dengarkanlah Dia!”


----------------------------------------------

— Christnadi, 2 Maret 2025 puisi untuk mengisi renungan Warta Jemaat GKI Peterongan, menyesuaikan dengan tema Kebaktian Minggu Transfigurasi 2 Maret 2025 “Dengarkanlah Dia yang Dimuliakan”

Deklarasi Peterongan

 

Kami pemuda-pemudi lintas agama dan kepercayaan:


Menyatakan bahwa kami siap merayakan dan menjalani hidup bersama dalam keberagaman di bumi rumah kami bersama dengan berelasi lebih tulus, bersahabat lebih erat, mengasihi lebih sungguh dalam persaudaraan, serta bersedia meruntuhkan tembok-tembok prasangka yang menghalangi kami.


Menyatakan bahwa kami menolak semua upaya untuk memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa. Kami bersedia membangun dialog lintas agama dan kepercayaan dengan berbagai jalan kreatif tanpa tindak kekerasan.


Menyatakan bahwa kami bersedia, mewujudkan harmoni lintas iman dan kepercayaan di Indonesia, yang kami cerminkan dalam setiap pemikiran, perkataan, dan perbuatan kami, dari yang paling sederhana yang bisa kami lakukan.


Dalam pertolongan Yang Maha Esa, Sang Khalik, yang kami sembah, atas cinta akan tanah air, tumpah darah kami, Indonesia, kami nyatakan tekad kami.


-------------------------------------------------

— Christnadi, digubah sebagai deklarasi dalam acara Pentas Seni Kaum Muda Lintas Iman 2024, disunting oleh Rm. Didik dan rekan-rekan di kepanitiaan.

Cinta Bukan Rasa

 

Katanya, 

dua hal yang merawat pernikahan 

adalah cinta dan komitmen.


Kala cinta mulai pudar,

komitmen akan merawat relasi.

Kala komitmen mulai melemah,

cinta yang akan menopang.


Tapi yang mencoba realistis 

meyakini komitmen adalah kunci.


Katanya,

komitmenlah yang menjaga hidup pernikahan, 

bukan cinta.


Tapi, sepertinya

itu bukanlah cinta, itu hanyalah rasa.


Karena yang mengalami pasti mengerti,

ada kalanya badai kehidupan mengamuk, menggila,

Meruntuhkan rasa dan meniadakan komitmen,

keduanya hilang dalam sekejap!


Tapi cinta, tetap ada.


Ia di sana,

kala rasa sudah hilang sama sekali

Ia di sana

kala komitmen tidak dapat lagi menolong.


Ia di sana,

membuat diri takkan beranjak,

membuat kaki terus melangkah,

membuat harapan perlahan bersemi,


Kalau cinta bukan sekadar rasa, maka apa itu cinta?

Cinta adalah kuasa.

Cinta adalah kekuatan yang entah muncul dari mana.


Tapi kala cinta menyala,

tak ada yang mampu memadamkannya begitu saja.


Maka kalau rasamu pudar,

dan komitmenmu tak lagi bisa kau pertahankan.

Jangan buru-buru memalingkan wajah dari cinta.

Dia masih di sana, dia masih berdaya.


Ia akan terus berkobar,

nyalanya akan memberi kehangatan dan kekuatan yang diperlukan,

untuk menjaga hidup pernikahan.


-------------------------------------------------

— Christnadi, 4 Oktober 2024